Keluarga dan pendidikan
Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi
Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil
Habibie lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti
Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A.
Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya,
dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.
B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.
[1]
B.J. Habibie menikah dengan
Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu
Ilham Akbar dan
Thareq Kemal.
[2]
Sebelumnya ia pernah berilmu di
SMAK Dago.
[3] Ia belajar teknik mesin di
Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada
1955-
1965 ia melanjutkan studi
teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di
RWTH Aachen,
Jerman Barat, menerima gelar
diplom ingenieur pada
1960 dan gelar
doktor ingenieur pada
1965 dengan predikat
summa cum laude.
Pekerjaan dan karier
Habibie pernah bekerja di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di
Hamburg,
Jerman,
sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang
teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan
mantan presiden
Suharto.
Ia kemudian menjabat sebagai
Menteri Negara Riset dan Teknologi
sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei
1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret
1998 - 21 Mei 1998) dalam
Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
Ia diangkat menjadi ketua umum
ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.
Masa Kepresidenan
Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa
orde baru,
sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir
seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden
Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya
adalah kembali mendapatkan dukungan dari
Dana Moneter Internasional
dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia
juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan
kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU
Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting
adalah UU
otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era
Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti
Uni Soviet dan
Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam
kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap
pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan
ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
"bila Presiden
mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya".
Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie
dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan
pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
"sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".
Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:
- Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga
banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai
politik
- Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
- Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
- Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
- UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR
- Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
- Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentangReferendum
- Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal
- Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978
tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan
Kebijakan di luar batas perundang-undangan
- Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
12 Ketetapan MPR antara lain :
- Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi pembangunan
dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai
haluan negara
- Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme
- Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
- Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
- Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi
- Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
- Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR
- Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
- Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
- Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
- Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang
khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan
pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
- Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap
dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir
pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR,
nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai
yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya.
Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi
Bank Indonesia
agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis
moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
- Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
- Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
- Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
- Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
- Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
- Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
- Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah
setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan
diadakannya
referendum provinsi Timor Timur (sekarang
Timor Leste),
ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu
mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka
atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa
kepresidenannya, Timor Timur
lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal
30 Agustus 1999.
Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga
negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang
sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan
latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Upaya ini
akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak
mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh
MPR.
Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi
cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu
banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan
positif itu dikemukan oleh
L. Misbah Hidayat Dalam bukunya
Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.
[4]
“ |
Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie
dalam menjalankan agenda reformasi memang tidak bisa dilepaskan dari
pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada
faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang
diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti.
Bahkan sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak
berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi
mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang
konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi,
Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang
transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam
kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk
kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun,
Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan
menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah
kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah
bangsa.[5]
Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha
menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung
biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan
pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya
pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers
asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia
sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan. |
” |
Masa Pascakepresidenan
Setelah ia turun dari jabatannya sebagai presiden, ia lebih banyak
tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan
Susilo Bambang Yudhoyono,
ia kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses
demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie
Center.
Publikasi
Habibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Karya Habibie
- Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science
and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors].
Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche
Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
- Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen
unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden
Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13
Oktober 1971
- Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
- Sophisticated technologies : taking root in developing countries,
International journal of technology management : IJTM. -
Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
- Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
- Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in
Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH,
Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
- Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der
Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen
und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm
GmbH, 1969
- Detik-detik Yang Menentukan - Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
- Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)